CINTA......
Cinta Alexandra Williarta adalah
gadis cantik yang berusia 16 tahun, namun sayang kehidupan gadis
berkulit putih ini tak seperti namanya. Ya, Cinta, ia hidup
bukan penuh dengan cinta seperti namanya.
Melainkan sebaliknya hidup Cinta selalu dinomor-duakan
dengan kakak sekaligus saudara kembarnya, yakni Citra Annastasya Williarta atau yang biasa ia panggil kak Citra.
Meski Cinta dan Citra bersaudara tapi
perbedaan antara mereka
berdua bagaikan langit dan bumi. Citra adalah gadis yang rajin dan juga
feminim, sedangkan Cinta, ia adalah gadis yang lumayan malas dan tomboi. Belum lagi prestasi – prestasi yang didapat Citra dari berbagai olimpiade. Hal itu juga yang menyebabkan
orang tua mereka lebih perhatian pada Citra dibanding Cinta. Itu juga yang menyebabkan Cinta merasa iri dengan kakaknya. Ia
selalu berusaha menarik perhatian orang tuanya dengan berbagai
cara, tak peduli cara yang ia pakai benar ataupun salah.
******
Hari ini, Cinta merasa bosan dengan pelajaran
yang ada. Karena itu ia mulai mengganggu dan menjahili teman-teman yang
ada di sekitarnya pada saat jam pelajaran baru dimulai setengah jam. Gurunya
yang killer sudah tidak tahan dengan kelakuan Cinta.
“Nona Williarta!” panggil Mr. Kim (sang guru
killer) pada Cinta
“Ya,Mr.” sahut Cinta dengan santainya
“Kalau memang anda tidak ingin mengikuti
pelajaran saya. Lebih baik Anda keluar dari kelas saya,daripada anda mengganggu
jalannya pelajaran saya,” ujar Mr. Kim
geram
“Oh, kalau itu memang mau Mr. baik saya akan
keluar. Terima kasih Mr. Kim,” kata Cinta lalu membereskan barang-barangnya dan
meninggalkan kelas.
‘Enaknya kemana ya?’ batin Cinta setelah
sampai di parkiran. ‘Ah, lebih baik aku pulang saja,’ batinnya
lagi dan langsung naik kemotor matic-nya.
******
Saat Cinta sampai rumah ternyata ayahnya juga
sedang berada di rumah.
‘Aish,kenapa hari ini ayah pulang cepet sih,’
rutuk Cinta kesal didalam hatinya. Maklumlah karena ayahnya adalah seorang
pengusaha sukses yang sering keluar kota. Mengetahui hal itu Cinta masuk ke rumah
dengan mengendap – endap dan juga melewati pintu samping, tapi sayang usahanya gagal karena sang ayah
sudah terlanjur memergoki kedatangannya.
“Cinta!” panggil Ayahnya keras. Cinta terdiam
lalu berbalik dan menghadap sang ayah
“Kenapa jam segini kamu sudah pulang?” tanya
Ayah, Cinta hanya menunduk, ia bingung dengan apa
yang akan dia katakan terhadap sang ayah.
“Cinta jawab pertanyaan ayah! Kenapa jam
segini kamu sudah pulang? Bukankah seharusnya kamu masih berada di sekolah sekarang? Atau
jangan-jangan kamu membuat masalah lagi?” cecar Ayah
“Maaf, yah. Cinta….” Belum sempat Cinta
memberi alasan tapi Ayahnya sudah memotong
“Apa? Kau membuat masalah
lagi, bukan?” ucap ayahnya dengan nada tajam, Cinta hanya mampu terdiam
“Cinta, buat apa Ayah membayar mahal untuk
sekolah kamu kalau kamu terus saja membuat masalah?!” keluh Ayah Cinta dengan nada jengkel, lagi - lagi Cinta hanya diam dan menunduk.
“Seharusnya kamu bisa
mencontoh kakak kamu, dia tidak pernah membuat Ayah dan Bunda marah, malah
sebaliknya Citra selalu membuat kami bangga,” tambah Ayah keras
“Kenapa,Yah? Kenapa ayah selalu membandingkan
Cinta dengan kakak? Cinta bukan kakak, Cinta juga nggak bisa kalau disuruh
seperti kakak!” kata Cinta geram pada Ayah
“Ada apa,yah?”
tanya Bunda yang baru saja tiba
“Lihat anak kita yang satu ini bunda,
lagi-lagi dia membuat masalah,” jawab Ayah sambil menatap tajam kearah Cinta
“Cinta,kenapa sih kamu selalu saja membuat
masalah?” ujar Bunda dengan nada kecewa, lagi-lagi Cinta hanya diam.
“Cinta,kapan kamu bisa berubah seperti kakak kamu?” tambah Bunda
“Ayah,bunda! Tolong jangan samakan
Cinta dengan kakak!” kata Cinta berteriak dan matanya juga sudah mulai memanas.
“Cinta! Kamu berani
berteriak pada ayah dan bunda?” kata
Bundanya marah. Cinta hanya memalingkan mukanya.
“Dasar anak tidak tahu
sopan santun!” teriak Ayah marah dan bersiap untuk melayangkan tamparan pada
Cinta, tapi belum sempat tangan sang Ayah mengenai wajah Cinta. Sang Ayah sudah
menghentikan tangan tepat 15 cm di depan pipi kiri Cinta saat beliau melihat
cinta yang telah berurai air mata, ternyata tanggul yang ia jaga selama ini
sudah tak mampu lagi menahan derasnya arus air mata dalam matanya.
“Kenapa berhenti,yah?”
tanya Cinta parau. Sang Ayah hanya terdiam
“Ayo,yah, ayo tampar
Cinta,” kata Cinta sembari menyodorkan pipinya pada sang Ayah. Lagi- lagi sang
Ayah terdiam. Dibiarkannya air mata Cinta mengalir.
“Yah,Bun,Cinta akui, kakak
memang pintar. Kakak juga selalu bisa membanggakan ayah dan bunda dengan
prestasi yang kakak dapat,” Cinta semakin terisak dan kini
Cinta terlihat begitu memprihatinkan. Perlahan tapi pasti
Ayahnya mulai menurunkan tangannya.
“Tapi
Cinta nggak bisa, yah,bun, Cinta nggak bisa
seperti kakak. Cinta nggak
sepandai kakak, Cinta nggak akan pernah bisa nge-banggain ayah dan bunda seperti
kakak. Karena Cinta bukan kakak!!!” tangis Cinta. Kedua orang tuanya hanya
mampu diam.
“Asal ayah dan bunda
tahu, Cinta sakit yah,bun. Sakit, sakit banget disini,” isak Cinta sembari
memukul dada kirinya, seolah mengisyaratkan rasa sakit yang teramat sangat.
Tanpa ada yang mengetahui Citra yang sedari tadi menguping pembicaraan ayah dan
bundanya itu ikut terisak saat mendengar pengakuan sang adik. Ia tak menyangka
bahwa selama ini adik semata wayangnya merasa tersiksa karenanya.
“Jadi,Cinta mohon. Jangan samakan Cinta dengan
kakak,” ujar Cinta lemah, ia merasa
kepalanya mulai pusing seakan dunia
disekitarnya menjadi berputar dan juga darah segar sudah mulai mengalir dari kedua rongga hidungnya. Cinta pun pingsan.
“Cinta,” pekik Citra yang langsung keluar dari persembunyiannya. Citra langsung menangkap tubuh Cinta sebelum
tubuh sang adik terjatuh ke
lantai. Seketika orang tua mereka panik.
“Citra cepat siapkan mobil!” suruh Ayah. Citra
menurut sedangkan Ayahnya segera
mengangkat tubuh Cinta.
******
3 jam sudah Cinta
berada di ruang UGD, dan selama itu pula
belum ada kepastian dokter mengenai kondisi Cinta. Hal itu yang membuat Bunda dan Citra
tak henti-hentinya menangis. Sedangkan sang Ayah
hanya mampu terdiam, merenungi segala tindakannya yang pernah ia lakukan putri
bungsunya itu.
“Dengan keluarga pasien?” tanya Dokter yang
baru keluar dari ruangan itu
“Saya ayahnya,” jawab Ayah
“Mari
bapak ikut ke ruangan saya,” kata Dokter, Ayah hanya menurut.
Di ruangan Dokter itu
“Dokter sebenarnya Cinta sakit apa?” tanya sang Ayah to the point
“Apa Cinta tidak pernah memberi tahu bapak
tentang penyakit yang dideritanya ini?” Dokter
balik bertanya, Ayah menggeleng
“Tidak, dok. Setahu saya Cinta baik-baik
saja,” jawab Ayah jujur
“Tidak, pak. Sebenarnya Cinta
mengidap kanker darah stadium akhir,” kata
Dokter
“ A...apa dokter tidak
salah?” tanya Ayah tidak percaya
“Tidak,pak. Cinta memang mengidap kanker tersebut, dan selama ini dia
melarang saya untuk memberitahukan penyakitnya pada keluarganya. Dan
dia juga menolak untuk melakukan kemotrapi,”
“Apa? Lalu bagaimana
kondisi Cinta sekarang ?”
“Kondisinya sudah semakin parah dan juga
harapan hidup Cinta tinggal 10%” jawab
Dokter lirih
“Lalu apa yang harus kami
lakukan, dok?” tanya Ayah Cinta frustasi
“Tidak ada, pak. Kami
sudah melakukan semampu kami, dan sekarang kita hanya bisa menunggu mukjizat
dari Tuhan,”jelas sang dokter
“Baik, kalau begitu saya
keluar dulu,” pamit Ayah dan segera
keluar dari ruangan itu. Pria separuh baya itu
segera menjatuhkan diri dikursi di depan ruang rawat puri bungsuya itu.
“Ayah, Cinta kenapa?” tanya Citra segera mendekati ayahnya. Sang Ayah hanya terdiam sembari menatap dengan
tatapan sedih pada istri serta putri sulungnya.
“Iya, yah. Apa yang
terjadi sama Cinta?” tanya Bunda cemas melihat sang suami tidak kunjung
memberikan jawaban padanya. Pria itu menarik napas panjang.
“Bunda,Citra sebenarnya Cinta mengidap kanker
darah stadium akhir,” jawab Ayah lemas
“Apa?! Ayah
bohongkan?!” tanya Citra keras ia tak percaya dengan apa yang dikatakan sang Ayah namun, sang Ayah hanya mampu
menggeleng sebagai tanda bahwa apa yang sikatakannya adalah hal yang
sesungguhnya. Sedangkan sang bunda semakin terisak dalam pelukan Ayah.
“Enggak ayah pasti bohong! Cinta itu kuat dan dia pasti baik baik saja.” Kata Citra masih tak percaya
dengan apa yang telah dikatakan sang Ayah dan segera ia menuju ruang dimana Cinta dirawat. Ayah dan
Bundanya juga turut masuk ke ruangan itu. Citra
menggenggam erat tangan Cinta, seolah – olah tangan itu adalah benda yang begitu rapuh dalam hingga
gadis manis itu perlu menjaganya.
Tiba-tiba jari Cinta bergerak lalu perlahan tapi pasti ia membuka matanya.
“Ayah,bunda dan kakak kenapa kalian menangis?”
tanya Cinta lemas “Harusnya kalian semua tertawa kan sebentar lagi nggak akan ada
yang bakal nyusahin kalian, nggak akan ada lagi yang bakal bikin ayah dan bunda
marah dan nggak akan ada lagi yang akan ngerecokin belajarnya kakak,” kata
Cinta lemah. Keluarganya semakin terisak tak terkecuali sang ayah
“Cinta kamu ini bicara apa?” protes Bunda
“Kak sebenarnya Cinta iri ama kakak, kakak
selalu saja bisa merebut perhatian ayah dan bunda tanpa harus bersusah payah. Cinta iri saat bunda memberi kecupan saat kak Citra hendak teridur, Cinta
iri saat ayah dan bunda hanya memberi suppor dan semangat pada kakak saat ia
ajkan melaksanakan ujian.” Ujar Cinta tanpa menggubris omongan sang bunda
“Cinta jangan bicara seperti
itu, maafkan kakak, kakak nggak tahu kalau selama ini kamu telah menderita karena kakak,
maafkan kakak karena secara tidak langsung kakak sudah merebut perhatian mereka
yang seharusnya juga kamu rasakan.” ucap Citra sambil terisak
“Maafin kakak, dik L”
“Tidak,kak. Kakak nggak
salah, kakak memang pantas mendapatkan perhatian ayah dan bunda karena kakak
memang bisa membuat ayah dan bunda bangga.” Kata Cinta yang membuat sang kakak
semakin terisak.
“ Yah,bun maafin Cinta
karena Cinta nggak bisa membuat ayah dan bunda bangga,” kata Cinta menoleh pada
kedua orang tuanya
“Iya Cinta maafkan ayah
dan bunda juga karena kami tidak pernah mau mengerti perasaan kamu
dan selalu membandingkan kamu dengan Citra dan maafkan kami juga karena kami tidak pernah memberikan perhatian
padamu.” ujar Ayah menyeka air mata yang tak henti – hentinya mengalir dikedua kelopak matanya itu.
“Iya,Cinta sudah memaafkan kalian jauh sebelum kalian
minta maaf. Kak, Cinta titip ayah dan bunda ya? Jangan bikin mereka kecewa.” pinta Cinta
“Cinta, kamu jangan
bicara seperti itu, jangan berbicara seolah
– olah kau akan meninggalkan kami.” protes Bunda lagi
“Bunda waktu Cinta sudah
habis dan Kak, tolong jaga ayah dan bunda untuk Cinta,” pinta Cinta sekali lagi
dengan nada yang semakin melemah.
“Iya, Cinta. Kakak pasti
akan menjaga ayah dan bunda,” janji Citra
“Terima kasih, kak J. Ayah, bunda,
kakak Cinta capek Cinta mau tidur.” Pamit Cinta membuat
keluarganya semakin terisak. Sang bunda segera mendekat kearah Cinta dielus dan
dikecupnya kening putri bungsunya itu. cinta tersenyum samar J.
“Tapi sebelum Cinta benar
– benar tertidur” Cinta meghela napas berat
“Cinta cuma mau bilang
CIN...TA... SA...YANG... KA....LI...AN....” Kata Cinta terbata dan dengan nafas tersengal lalu menutup kedua matanya seiring dengan suara dari layar monitor yang digunakan untuk memacu
jantung Cinta juga sudah
menujukkan garis lurus tanda sudah tak ada lagi nyawa dalam raga itu. Cinta pergi, pergi menghadap Sang Khaliq. Pergi dengan sebuah senyuman
kedamaian yang meninggalkan sejuta penyesalan dihati kedua orang tuanya maupun
sang kakak. L
SELESAI..... J
by. Ardiana_Fatma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar