Senin, 22 September 2014

Cerpenku ~ Cinta

CINTA......

Cinta Alexandra Williarta adalah gadis cantik yang berusia 16 tahun, namun sayang kehidupan gadis berkulit putih ini tak seperti namanya. Ya, Cinta, ia hidup bukan penuh dengan cinta seperti namanya. Melainkan sebaliknya hidup Cinta selalu dinomor-duakan dengan kakak sekaligus saudara kembarnya, yakni Citra Annastasya Williarta atau yang biasa ia panggil kak Citra.
Meski Cinta dan Citra bersaudara tapi perbedaan antara mereka berdua bagaikan langit dan bumi. Citra adalah gadis yang rajin dan juga feminim, sedangkan Cinta, ia adalah gadis yang lumayan malas dan tomboi. Belum lagi prestasi – prestasi yang didapat Citra dari berbagai olimpiade. Hal itu juga yang menyebabkan orang tua mereka lebih perhatian pada Citra dibanding Cinta. Itu juga yang menyebabkan Cinta merasa iri dengan kakaknya. Ia selalu berusaha menarik perhatian orang tuanya dengan berbagai cara, tak peduli cara yang ia pakai benar ataupun salah.

******
Hari ini, Cinta merasa bosan dengan pelajaran yang ada. Karena itu ia mulai mengganggu dan menjahili teman-teman yang ada di sekitarnya pada saat jam pelajaran baru dimulai setengah jam. Gurunya yang killer sudah tidak tahan dengan kelakuan Cinta.
“Nona Williarta!” panggil Mr. Kim (sang guru killer)  pada Cinta
“Ya,Mr.” sahut Cinta dengan santainya
“Kalau memang anda tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Lebih baik Anda keluar dari kelas saya,daripada anda mengganggu jalannya pelajaran saya,” ujar Mr. Kim geram
“Oh, kalau itu memang mau Mr. baik saya akan keluar. Terima kasih Mr. Kim,” kata Cinta lalu membereskan barang-barangnya dan meninggalkan kelas.
‘Enaknya kemana ya?’ batin Cinta setelah sampai di parkiran. ‘Ah, lebih baik aku pulang saja,’ batinnya lagi dan langsung naik kemotor matic-nya.

******  
Saat Cinta sampai rumah ternyata ayahnya juga sedang berada di rumah.
‘Aish,kenapa hari ini ayah pulang cepet sih,’ rutuk Cinta kesal didalam hatinya. Maklumlah karena ayahnya adalah seorang pengusaha sukses yang sering keluar kota. Mengetahui hal itu Cinta masuk ke rumah dengan mengendap endap dan juga melewati pintu samping, tapi sayang usahanya gagal karena sang ayah sudah terlanjur memergoki kedatangannya.
“Cinta!” panggil Ayahnya keras. Cinta terdiam lalu berbalik dan menghadap sang ayah
“Kenapa jam segini kamu sudah pulang?” tanya Ayah, Cinta hanya menunduk, ia bingung dengan apa yang akan dia katakan terhadap sang ayah.
“Cinta jawab pertanyaan ayah! Kenapa jam segini kamu sudah pulang? Bukankah seharusnya kamu masih berada di sekolah sekarang? Atau jangan-jangan kamu membuat masalah lagi?” cecar Ayah
“Maaf, yah. Cinta….” Belum sempat Cinta memberi alasan tapi Ayahnya sudah memotong
“Apa? Kau membuat masalah lagi, bukan?” ucap ayahnya dengan nada tajam, Cinta hanya mampu terdiam
“Cinta, buat apa Ayah membayar mahal untuk sekolah kamu kalau kamu terus saja membuat masalah?!” keluh Ayah Cinta dengan nada jengkel, lagi - lagi Cinta hanya diam dan menunduk.
“Seharusnya kamu bisa mencontoh kakak kamu, dia tidak pernah membuat Ayah dan Bunda marah, malah sebaliknya Citra selalu membuat kami bangga,” tambah Ayah keras
“Kenapa,Yah? Kenapa ayah selalu membandingkan Cinta dengan kakak? Cinta bukan kakak, Cinta juga nggak bisa kalau disuruh seperti kakak!” kata Cinta geram pada Ayah
 “Ada apa,yah?” tanya Bunda yang baru saja tiba
“Lihat anak kita yang satu ini bunda, lagi-lagi dia membuat masalah,” jawab Ayah sambil menatap tajam kearah Cinta
“Cinta,kenapa sih kamu selalu saja membuat masalah?” ujar Bunda dengan nada kecewa, lagi-lagi Cinta hanya diam. “Cinta,kapan kamu bisa berubah seperti kakak kamu?” tambah Bunda
“Ayah,bunda! Tolong jangan samakan Cinta dengan kakak!” kata Cinta berteriak dan matanya juga sudah mulai memanas.
“Cinta! Kamu berani berteriak pada ayah dan bunda?”  kata Bundanya marah. Cinta hanya memalingkan mukanya.
“Dasar anak tidak tahu sopan santun!” teriak Ayah marah dan bersiap untuk melayangkan tamparan pada Cinta, tapi belum sempat tangan sang Ayah mengenai wajah Cinta. Sang Ayah sudah menghentikan tangan tepat 15 cm di depan pipi kiri Cinta saat beliau melihat cinta yang telah berurai air mata, ternyata tanggul yang ia jaga selama ini sudah tak mampu lagi menahan derasnya arus air mata dalam matanya.
“Kenapa berhenti,yah?” tanya Cinta parau. Sang Ayah hanya terdiam
“Ayo,yah, ayo tampar Cinta,” kata Cinta sembari menyodorkan pipinya pada sang Ayah. Lagi- lagi sang Ayah terdiam. Dibiarkannya air mata Cinta mengalir.
Yah,Bun,Cinta akui, kakak memang pintar. Kakak juga selalu bisa membanggakan ayah dan bunda dengan prestasi yang kakak dapat,” Cinta semakin terisak dan kini Cinta terlihat begitu memprihatinkan. Perlahan tapi pasti Ayahnya mulai menurunkan tangannya.
 “Tapi Cinta nggak bisa, yah,bun, Cinta nggak bisa seperti kakak. Cinta nggak sepandai kakak, Cinta nggak akan pernah bisa nge-banggain ayah dan bunda seperti kakak. Karena Cinta bukan kakak!!!” tangis Cinta. Kedua orang tuanya hanya mampu diam.
“Asal ayah dan bunda tahu, Cinta sakit yah,bun. Sakit, sakit banget disini,” isak Cinta sembari memukul dada kirinya, seolah mengisyaratkan rasa sakit yang teramat sangat. Tanpa ada yang mengetahui Citra yang sedari tadi menguping pembicaraan ayah dan bundanya itu ikut terisak saat mendengar pengakuan sang adik. Ia tak menyangka bahwa selama ini adik semata wayangnya merasa tersiksa karenanya.
 “Jadi,Cinta mohon. Jangan samakan Cinta dengan kakak,” ujar Cinta lemah, ia merasa kepalanya mulai pusing seakan dunia disekitarnya menjadi berputar dan juga darah segar sudah mulai mengalir dari kedua rongga hidungnya. Cinta pun pingsan.
“Cinta,” pekik Citra yang langsung keluar dari persembunyiannya. Citra langsung menangkap tubuh Cinta sebelum tubuh sang adik terjatuh ke lantai. Seketika orang tua mereka panik.
“Citra cepat siapkan mobil!” suruh Ayah. Citra menurut sedangkan Ayahnya segera mengangkat tubuh Cinta.
******
3 jam sudah Cinta berada di ruang UGD, dan selama itu pula belum ada kepastian dokter mengenai kondisi Cinta. Hal itu yang membuat Bunda dan Citra tak henti-hentinya menangis. Sedangkan sang Ayah hanya mampu terdiam, merenungi segala tindakannya yang pernah ia lakukan putri bungsunya itu.
“Dengan keluarga pasien?” tanya Dokter yang baru keluar dari ruangan itu
“Saya ayahnya,” jawab Ayah
“Mari  bapak ikut ke ruangan saya,” kata Dokter, Ayah hanya menurut.

Di ruangan Dokter itu
“Dokter sebenarnya Cinta sakit apa?” tanya sang Ayah to the point
“Apa Cinta tidak pernah memberi tahu bapak tentang penyakit yang dideritanya ini?” Dokter balik bertanya, Ayah menggeleng
“Tidak, dok. Setahu saya Cinta baik-baik saja,” jawab Ayah jujur
Tidak, pak. Sebenarnya Cinta mengidap kanker darah stadium akhir,” kata Dokter
“ A...apa dokter tidak salah?” tanya Ayah tidak percaya
“Tidak,pak. Cinta memang mengidap kanker tersebut, dan selama ini dia melarang saya untuk memberitahukan penyakitnya pada keluarganya. Dan dia juga menolak untuk melakukan kemotrapi,”
Apa? Lalu bagaimana kondisi Cinta sekarang ?”
“Kondisinya sudah semakin parah dan juga harapan hidup Cinta tinggal 10%” jawab Dokter lirih
“Lalu apa yang harus kami lakukan, dok?” tanya Ayah Cinta frustasi
“Tidak ada, pak. Kami sudah melakukan semampu kami, dan sekarang kita hanya bisa menunggu mukjizat dari Tuhan,”jelas sang dokter
Baik, kalau begitu saya keluar dulu,”  pamit Ayah dan segera keluar dari ruangan itu. Pria separuh baya itu segera menjatuhkan diri dikursi di depan ruang rawat puri bungsuya itu.
“Ayah, Cinta kenapa?” tanya Citra segera mendekati ayahnya. Sang Ayah hanya terdiam sembari menatap dengan tatapan sedih pada istri serta putri sulungnya.
“Iya, yah. Apa yang terjadi sama Cinta?” tanya Bunda cemas melihat sang suami tidak kunjung memberikan jawaban padanya. Pria itu menarik napas panjang.
“Bunda,Citra sebenarnya Cinta mengidap kanker darah stadium akhir,” jawab Ayah lemas
“Apa?! Ayah bohongkan?!” tanya Citra keras ia tak percaya dengan apa yang dikatakan sang Ayah namun, sang Ayah hanya mampu menggeleng sebagai tanda bahwa apa yang sikatakannya adalah hal yang sesungguhnya. Sedangkan sang bunda semakin terisak dalam pelukan Ayah.
 “Enggak ayah pasti bohong! Cinta itu kuat dan dia pasti baik  baik saja.” Kata Citra masih tak percaya dengan apa yang telah dikatakan sang Ayah dan segera ia menuju ruang dimana Cinta dirawat. Ayah dan Bundanya juga turut masuk ke ruangan itu. Citra menggenggam erat tangan Cinta, seolah – olah tangan itu adalah benda yang begitu rapuh dalam hingga gadis manis itu perlu menjaganya.
Tiba-tiba jari Cinta bergerak lalu perlahan tapi pasti ia membuka matanya.
“Ayah,bunda dan kakak kenapa kalian menangis?” tanya Cinta lemas “Harusnya kalian semua tertawa kan sebentar lagi nggak akan ada yang bakal nyusahin kalian, nggak akan ada lagi yang bakal bikin ayah dan bunda marah dan nggak akan ada lagi yang akan ngerecokin belajarnya kakak,” kata Cinta lemah. Keluarganya semakin terisak tak terkecuali sang ayah
“Cinta kamu ini bicara apa?” protes Bunda
“Kak sebenarnya Cinta iri ama kakak, kakak selalu saja bisa merebut perhatian ayah dan bunda tanpa harus bersusah payah. Cinta iri saat bunda memberi kecupan saat kak Citra hendak teridur, Cinta iri saat ayah dan bunda hanya memberi suppor dan semangat pada kakak saat ia ajkan melaksanakan ujian.” Ujar Cinta tanpa menggubris omongan sang bunda
“Cinta jangan bicara seperti itu, maafkan kakak, kakak nggak tahu kalau selama ini kamu telah menderita karena kakak, maafkan kakak karena secara tidak langsung kakak sudah merebut perhatian mereka yang seharusnya juga kamu rasakan.” ucap Citra sambil terisak “Maafin kakak, dik L
“Tidak,kak. Kakak nggak salah, kakak memang pantas mendapatkan perhatian ayah dan bunda karena kakak memang bisa membuat ayah dan bunda bangga.” Kata Cinta yang membuat sang kakak semakin terisak.
“ Yah,bun maafin Cinta karena Cinta nggak bisa membuat ayah dan bunda bangga,” kata Cinta menoleh pada kedua orang tuanya
“Iya Cinta maafkan ayah dan bunda juga karena kami tidak pernah mau mengerti perasaan kamu dan selalu membandingkan kamu dengan Citra dan maafkan kami juga karena kami tidak pernah memberikan perhatian padamu.” ujar Ayah menyeka air mata yang tak henti – hentinya mengalir dikedua kelopak matanya itu.
“Iya,Cinta sudah memaafkan kalian jauh sebelum kalian minta maaf. Kak, Cinta titip ayah dan bunda ya? Jangan bikin mereka kecewa.” pinta Cinta
“Cinta, kamu jangan bicara seperti itu, jangan berbicara seolah – olah kau akan meninggalkan kami.” protes Bunda lagi
“Bunda waktu Cinta sudah habis dan Kak, tolong jaga ayah dan bunda untuk Cinta,” pinta Cinta sekali lagi dengan nada yang semakin melemah.
“Iya, Cinta. Kakak pasti akan menjaga ayah dan bunda,” janji Citra
Terima kasih, kak J. Ayah, bunda, kakak Cinta capek Cinta mau tidur.” Pamit Cinta membuat keluarganya semakin terisak. Sang bunda segera mendekat kearah Cinta dielus dan dikecupnya kening putri bungsunya itu. cinta tersenyum samar J.
“Tapi sebelum Cinta benar – benar tertidur” Cinta meghela napas berat
“Cinta cuma mau bilang CIN...TA... SA...YANG... KA....LI...AN....” Kata Cinta terbata dan dengan nafas tersengal lalu menutup kedua matanya seiring dengan suara dari layar monitor yang digunakan untuk memacu jantung Cinta juga sudah menujukkan garis lurus tanda sudah tak ada lagi nyawa dalam raga itu. Cinta pergi, pergi menghadap Sang Khaliq. Pergi dengan sebuah senyuman kedamaian yang meninggalkan sejuta penyesalan dihati kedua orang tuanya maupun sang kakak. L


SELESAI..... J  



by. Ardiana_Fatma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar